|
Ilustrasi Image, oleh Syyidfajar.blogspot.com |
Mengingat masih hidupnya beberapa bacaan melalui
riwayat tersebut di atas, pemerintah Saudi Arabia melalui Mujamma’ Malik Fahd
bin Abdul Aziz, telah mencetak beberapa Mushaf Al-Qur’an dengan lima riwayat
yaitu : Hafsh, Qalun, Warsy, ad-Duri dan terakhir adalah Syu’bah. Latar
Belakang Penyebaran Qira’at di Dunia Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa pada masa sahabat
Umar bin Khaththab, banyak negeri-negeri di Irak dan Syam jatuh ke tangan kaum
Muslimin. Banyak permintaan dari kaum Muslimin di negeri-negeri tersebut kepada
sahabat Umar agar mengirimkan guru-guru Al-Qur’an ke negeri-negeri mereka. Maka
sahabat Umar mengirimkan beberapa utusannya, antara lain adalah sahabat Ibnu
Mas’ud diutus ke Kufah, Abu Musa al-Asy’ari diutus ke Basrah, Abu ad-Darda’
diutus ke Syam (Syiria). Bacaan mereka itulah yang akhirnya menyebar ke negeri
negeri tersebut.
Pada masa sahabat Usman, terutama setelah
penulisan ulang mushaf Al-Qur’an, sahabat Usman mengirimkan beberapa guru
Al-Qur’an bersama dengan mushaf yang baru saja ditulis ke negeri-negeri Basrah,
Kufah, dan Syam. Penduduk negeri-negeri tersebut berseteru tentang bacaan
Al-Qur’an mereka pada saat perang di Azerbaijan dan Armenia di Uni Soviet.
Pada saat itu sahabat Usman mengutus al-Mughirah
bin Abi Syihab al-Makhzumi ke Syam. Dari Syam lalu muncul seorang Qari’
terkenal yaitu Ibn ‘Amir. Ibn al-Jazari mengatakan bahwa bacaan penduduk negeri
Syam sampai pada tahun 500 H, menggunakan Qira’at Ibn ‘Amir. Adapun di negeri
Basrah di Iraq setelah masa Abu Musa al-Asy’ari muncullah beberapa Imam
Qira’at. Di antara mereka adalah Imam Abu ‘Amr al-Bashri dan Ya’qub
al-Hadlrami. Sampai pada tahun 200 H, masyarakat Basrah masih menggunakan
Qira’at Abu ‘Amr al-Bashri. Kemudian mereka beralih ke Qira’at Ya’qub
al-Hadlrami sampai abad ke 5 H sebelum akhirnya beralih ke riwayat Hafsh pada
masa Turki Usmani.
Sementara di negeri Kufah dimana Abdullah bin
Mas’ud dikirim untuk mereka, muncul banyak ahli Qira’at. Di antara mereka
adalah Imam ‘Ashim. Lalu Imam ‘Ashim sebagaimana diutarakan di atas mengajarkan
kepada murid-muridnya antara lain Hafsh dan Syu’bah. Keterkaitan penduduk Kufah
dengan Abdullah bin Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib adalah sesuatu yang sangat
wajar. Penduduk Kufah dalam sejarah perpolitikan adalah pengikut setia (syi’ah)
Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Ibn Mas’ud adalah orang pertama yang mengajarkan
bacaan Al-Qur’an kepada penduduk Kufah. Sehingga mereka bangga dengan Ibn
Mas’ud. Disamping bacaan Imam ‘Ashim, di Kufah juga tersebar bacaan Imam
Hamzah, perawi Hamzah al-Kisa’i dan Khalaf. Tentang tersebarnya bacaan Hamzah,
Ibn Mujahid berkata dalam kitabnya as-Sab’ah, ketika mengutip perkataan
Muhammad bin al-Haitsam al-Muqri :
أدركت الكوفة ومسجدها الغالب عليه قراءة حمزة , ولا
أعلمنى أدركت حلقة من حلق المسجد يقرءون بقراءة عاصم
Artinya : “aku
menjumpai penduduk Kufah, bacaan yang dibaca di masjid-masjid mereka adalah
bacaan Hamzah. Aku tidak menjumpai beberapa kelompok pengajian Al-Qur’an di
masjid-masjid Kufah dengan bacaan Imam ‘Ashim.
Akan halnya bacaan al-Kisa’i, dalam banyak hal
banyak persamaannya dengan bacaan Imam Hamzah terutama dalam bab Imalah. Ibn
Mujahid dalam kitabnya “as-Sab’ah” yang ditulis sekitar tahun 300 H
menjelaskan, bahwa bacaan Al-Qur’an pada negeri-negeri Islam adalah sebagai
berikut : di Mekah dengan bacaan Ibn Katsir, di Madinah dengan bacaan Nafi’, di
Basrah dengan bacaan Abu ‘Amr al-Bashri. Sementara di Kufah dengan bacaan
‘Ashim, Hamzah dan al-Kisa’i. Sementara itu Imam Makki al-Qaisi (w. 437 H)
berkata tentang bacaan penduduk negeri-negeri Islam pada masa lalu:
وكان الناس على رأس المائتين بالبصرة على قراء ة أبى
عمرو البصرى ويعقوب الحضرمى , وعلى أهل الكوفة قراءة حمزة وعاصم , وبالشام على قراءة
ابن عامر , وبمكة على قراءة ابن كثير , وبالمدينة على قراءة نافع , واستمروا على ذلك
. فلما كان على رأس الثلاث مئة اثبت ابن مجاهاد اسم الكسائى وحذف يعقوب
Artinya : pada permulaan tahun 200 H, masyarakat
di Basrah mengikuti bacaan Abu ‘Amr al-Basri dan Ya’qub. Di Kufah mengikuti
bacaan Hamzah dan ‘Ashim. Di Syam mengikuti bacaan Ibn ‘Amir. Di Madinah
mengikuti bacaan Nafi’. Kemudian pada penghujung tahun 300 H, Ibn Mujahid
memasang nama al-Kisa’i dan mengganti Ya’qub.
Tersebarnya Riwayat Hafsh. Banyak dibicarakan
oleh komunitas Al-Qur’an baik di dunia Arab atau lainnya tentang penyebab
tersebarnya riwayat Hafsh di dunia Islam. Sebagian kalangan mengatakan bahwa
pemerintahan Turki Usmani (sekitar 922 H/1516 M) mempunyai peranan yang sangat
signifikan dalam hal ini, yaitu melalui kekuatan politik kekuasaan. Sebagaimana
diketahui bahwa pemerintahan Turki Usmani pada saat mencetak mushaf, mereka
memilih bacaan riwayat Hafsh. Lalu mereka kembangkan bacaan riwayat ini ke
seluruh negeri. Namun pendapat ini dibantah oleh Ghanim Qadduri al-Hamd. Dia
mengatakan bahwa riwayat Hafsh sebenarnya telah menyebar di beberapa tempat.
Kemudian Ghanim menyebutkan perkataan Abu Hayyan dalam tafsirnya “al-Bahr
al-Muhith”: tentang riwayat Warsy dan ‘Ashim :
وهى (رواية ورش ) الرواية التى تنشأ عنها ببلادنا (
الأندلس ) ونتعلمها فى المكتب . وقال عن قراءة عاصم : وهى القراءة التى ينشأ عليها
أهل العراق ) ( البحر 115/1(
Ghanim kemudian merujuk kepada perkataan Muhammad
al-Mar’asyi yang hidup pada abad ke 12 H (w. 1150 H) yang disebut juga dengan
Savhaqli Zadah: ( والمأخوذ فى ديارنا ( عش مدينة فى جنوب
تركيا الآن ) قراءة عاصم برواية حفص عنه ) Artinya : yang dijadikan patokan di negeri kami (Turki)
adalah bacaan ‘Ashim riwayat Hafsh.
Dalam pandangan penulis ada beberapa penyebab
tentang menyebarnya riwayat Hafsh. Ada yang berupa faktor alamiah yaitu riwayat
tersebut mengalir dan menyebar dengan sendirinya seperti mengalirnya air
sebagaimana juga tersebarnya madzhab-madzhab fikih, dan ada juga faktor ilmiah
yaitu dilihat dari materi bacaan Hafsh itu sendiri. Secara garis besar bisa
penulis rangkum sebagai berikut :