Sebagian orang salah paham dengan istilah
zuhud. Dikira zuhud adalah hidup tanpa harta. Dikira zuhud adalah hidup miskin.
Lalu apa yang dimaksud dengan zuhud yang sebenarnya? Semoga tulisan berikut
bisa memberikan jawaban berarti.
Mengenai zuhud disebutkan dalam sebuah
hadits,
عَنْ
سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم-
رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ الله دُلَّنِيْ عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِىَ
الله وَأَحَبَّنِىَ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ الله -صلى الله عليه وسلم « ازْهدْ فِيْ
الدُّنْيَا يُحِبَّكَ الله وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ »
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata
ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang
apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada
dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia,
manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan
bahwa dikeluarkan dengan sanad yang hasan)
Dalam hadits di atas terdapat dua nasehat,
yaitu untuk zuhud pada dunia, ini akan membuahkan kecintaan Allah, dan zuhud
pada apa yang ada di sisi manusia, ini akan mendatangkan kecintaan manusia.
Masalah zuhud telah disebutkan dalam
beberapa ayat dan hadits. Di antara ayat yang menyebutkan masalah zuhud adalah
firman Allah Ta’ala tentang orang mukmin di kalangan keluarga Fir’aun
yang mengatakan,
وَقَالَ ٱلَّذِيٓ ءَامَنَ
يَٰقَوۡمِ ٱتَّبِعُونِ أَهۡدِكُمۡ سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ ٣٨ يَٰقَوۡمِ إِنَّمَا
هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا مَتَٰعٞ وَإِنَّ ٱلۡأٓخِرَةَ هِيَ دَارُ ٱلۡقَرَارِ
٣٩
“Orang
yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan
kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang
kekal.” (QS. Ghafir: 38-39)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala
berfirman;
بَلۡ تُؤۡثِرُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ
ٱلدُّنۡيَا ١٦ وَٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ
وَأَبۡقَىٰٓ ١٧
“Tetapi
kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat
adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’lâ: 16-17)
Mustaurid berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالله
مَا الدُّنْيَا فِى الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ
هَذِهِ - وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ - فِى الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ
“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding
akhirat melainkan seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelup -Yahya
berisyarat dengan jari telunjuk- di lautan, maka perhatikanlah apa yang dibawa.”
(HR. Muslim no. 2858)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan,
“Dunia seperti air yang tersisa di jari ketika jari tersebut dicelup di lautan
sedangkan akhirat adalah air yang masih tersisa di lautan.”
Bayangkanlah, perbandingan yang amat jauh antara kenikmatan dunia dan akhirat!
Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ
كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ مَا سَقٰى كَافِرًا
مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya harga
dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk tentu Allah tidak mau
memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk air.” (HR. Tirmidzi no.
2320)
Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam,
Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 346, Darul Muayyid, cetakan pertama, tahun 1424 H.
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al
Asqolani, 11/232, Darul Ma’rifah, Beirut,
1379.
ADS HERE !!!