Waktu
ada temen datang, saya lagi baca/muthala’ah kitab. “baca kiab apa mas?”
katanya. ingintahu. “Ini low, cerita” jawabku, singkat. “Cerita apa?” tanya
temen saya. Cerita Rabi’ah al-Adawwiyah. Waliyah yang masuyhur itu loh” kata
saya tegas. “aku pernah denger, bagaimana sih cerita detailnya?” saya lihat dia
semangat. ingin tahu. begini ceritanya:
lammaa
maata zauj rabi’ah al-adaiyah. saya
memulai.membacakan kitab Durrah an-Nasihih, yang sejak tadi saya baca: Ketika
suami Rabi’ah al-Adawiyah telah wafat, kemudian sowan Hasan Bashri beserta
santri sejawatnya, kepada Rabi’ah al-Adawiyah. Duduk Hasan Basri &
santri-santrinya di ruang tamu. Rabi’ah menjamu, duduk dibalik satir yang
membatasi antara mereka.
Hasan
Basri & para santrinya, mulai membuka percakapan. “Telah wafat Suami Anda, dan
tidak dipungkiri, Anda membutuhkan seorang pengganti darinya”
“Na’am.
benar. akan tetapi siapa gerangan orang ter-‘alim dari kalian, sehingga akan
mempersunting diriku? Tanya Rabi’ah.
Mereka
serentak mengatakan: Hasan Bashri.
“Jika
Anda dapat menjawab empat dari pertanyaanku, maka aku bersedia engkau
persunting” Jawab Rabi’ah. memberi sarat.
“Jika
Allah memberikan tawfiq-Nya. InsyaaAllah. aku akan menjawab pertanyaan yang
Anda ajukan!” tegas jawab Hasan Basri.
“Apa
jawaban Anda, jika aku telah mati, dikeluarkan dari kehidupan dunia, apakah aku
dikeluarkan dengan membawa iman?” Pertanyaan pertama, dari Waliyah ini.
“haadza
gaib, wa laa ya’lam al-ghaib illaa allah. Ini adalah termasuk perkara yang
ghaib, dan tiada mengetahui yang ghaib, kecuali Allah” jawab Hasan Basri.
“Apa
yang akan Anda katakan, jika ragaku telah diletakkan di bumi pemakaman, dan
telah menanyaiku Munkar-Nakir, apakah aku mampu menjawab pertanyaan darinya?”
Hasan
Basri menjawab: haadza ghaib. aydlan (juga).
wa laa ya’lam al-ghaib illaa allah.
Rabi’ah
al-Adawiyah mengajukan pertanyaan yang ketiga: Jika manusia telah diarak, di
akhirat kelak, masing-masing dari mereka menerima kitab amal perbuatannya. dan
aku telah benar-benar menerima kitab amal-perbuatanku, ditangan mana aku
menerimanya, apakah tangan kiri atau tangan kanan?
“haadza
ghaib aydlan” jawab Hasan Basri.
Pertanyaan
terakhir dari Rabi’ah al-Adawiyah “Jika telah dipanggil manusia, beberapa
diantara mereka ada yang di syurga, ada yang dineraka, dimanakah aku berada
diantara dua golongan ini?”
“haadza
ghaib aydlan” Setelah semua pertanyaan, dijawab oleh Hasan
Basri. Rabi’ah mengatakan: Seseorang yang baginya ghaib tentang empat hal ini,
bagaimana dia disibukkan dengan pernikahan? Wahai Hasan. Rabi’ah melanjutkan
perkataannya. akhbirnii kam juz khalaqa allah al-a’ql. kabarkan
kepadaku, berapa bagian Allah Membagi akal?
‘asyrah
ajzaa’, tis’ah li ar-rijaal wa waahid li an-nisaa’.
sepuluh bagian. kata Hasan Bashri. yaitu; sembilan bagian diperuntukkan
laki-laki dan satu bagian diperuntukkan perempuan.
Lalu,
berapa bagian Allah membagi nafsu? Tanya kembali Rabi’ah.
‘asyrah
ajzaa’, tis’ah li an-nisaa’ wa waahid li ar-rijaal.
sepuluh bagian. jawab Hasan Basri. yaitu; sembilan bagian diperuntukkan
perempuan dan satu bagian diperuntukkan laki-laki.
“Wahai
Hasan” kata Rabi’ah, aku dianugrahi kemampuan menjaga sembilan bagian nafsu
dengan satu bagian akal, dan engkau tidak mampu menjaga satu bagian nafsu
dengan sembilan bagian akal.
Hasan
Bashri. Waliyullah, Ulama’, Ahl Haqiqah diangkatan tabi’in ini menangis dari
apa yang dikatakan Rabi’ah al-Adawiyah. dan Dia-pun keluar keluar dari kediaman
Rabi’ah. Intahaa.
Cerita
dari kedua kekasih Allah ini melukiskan keindahan tersendiri dihati keseluruhan
salik, pencari jalan menuju Allah, pencela duniawi, ahl al-haqiqah,
ma’rifat bilLaah, dan ahl mahabah ilalLaah. Lalu, apakah saya dan Anda sedikit
tertarik untuk meniru jejak mereka atau setidaknya mencintai mereka?