Khalifah ‘Umar berkata kepada jurutulis,
”Perpanjang masa jabatan ‘Umair sebagai Gubernur Hismh!”
Kata ‘Umair, “Ma’af, Khalifah! Saya tidak
menghendaki jabatan itu lagi. Mulai sa’at ini, saya tidak hendak bekerja lagi
untuk Anda atau untuk orang lain sesudah anda, ya Amirul Mu’minin.”
Kemudian ‘Umair minta izin untuk pergi ke sebuah
di pinggiran kota Madinah dan akan menetap di sana bersama keluarganya. Lalu
Khalifah mengizinkannya.
Belum begitu lama ‘Umair tinggal di dusun
tersebut, Khalifah ‘Umar ingin mengetahui keadaan sahabatnya itu, bagaimana
kehidupannya dan apa yang diusahakannya. Lalu diperintahkannya Al Harits,
seorang kepercayaan Khalifah, “Pergilah engkau menemui ‘Umair, tinggallah di
rumahnya selama tiga hari sebagai tamu. Bila engkau lihat keadaannya bahagia
penuh ni’mat, kembalilah sebagaimana engkau datang. Dan jika engkau lihat keadaannya
melarat, berikan uang ini kepadanya!”
Khalifah ‘Umar memberikan sebuah pundi berisi
seratus dinar kepada Al Harits.
Al Harits pergi ke dusun tempat Umair tinggal.
Dia bertanya-tanya ke sana-sini di mana rumah ‘Umair. Setelah bertemu, Al
Harits mengucapkan salam, ”Assalamu’alaika wa rahmatullah.”
Jawab ‘Umair, “Wa ‘alaikas salam wa rahmatullahi
wa barakatuh. Anda datang dari mana?”
Jawab Harits, “Dari Madinah!”
Tanya ‘Umair, “Bagaimana keadaan kaum muslimin
sepeninggal anda?”
Jawab Harits, “Baik-baik saja.”
Tanya, “Bagaimana kabar Amirul Mu’minin?”
Jawab, “Alhamdulillah, baik.”
Tanya, “Adakah ditegakkannya hukum?”
Jawab, “Tentu, malahan baru-baru ini dia
menghukum dera anaknya sendiri sampai mati, karena bersalah melakukan perbuatan
keji.”
Kata ‘Umair, “Wahai Allah, tolonglah ‘Umar. Saya
tahu sungguh, dia sangat mencintai-Mu, wahai Allah!”
Al Harits menjadi tamu ‘Umair selama tiga malam.
Tiap malam Harits hanya dijamu dengan sebuah roti terbuat dari gandum. Pada
hari ketiga, seroang laki-laki kampung berkata kepada Harits, “Sesungguhnya
Anda telah menyusahkan ‘Umair dan keluarganya. Mereka tidak punya apa-apa
selain roti yang disuguhkannya kepada Anda. Mereka lebih mementingkan Anda,
walaupun dia sekeluarga harus menahan lapar. Jika Anda tidak keberatan,
sebaiknyalah Anda pindah ke rumah saya menjadi tamu saya.”
Al Harits mengeluarkan pundi-pundi uang dinar,
lalu diberikannya kepada ‘Umair.
Tanya ‘Umair, “Apa ini?”
Jawab Harits, ”Amirul Mu’minin mengirimkannya
untuk Anda!”
Kata ‘Umair, “Kembalikan saja uang itu kepada
beliau. Sampaikan salamku, dan katakan kepada beliau bahwasanya aku tidak
membutuhkan uang itu.”
Isteri ‘Umair yang mendengar percakapan suaminya
dengan Harits berteriak, “Terima saja, hai ‘Umair! Jika engkau butuh sesuatu engkau
dapat membelanjakannya.
Jika tidak, engkau pun dapat membagi-bagikannya
kepada orang-orang yang membutuhkan. Di sini banyak orang-orang yang butuh.”
Mendengar ucapan isteri ‘Umair, Harits meletakkan
uang itu di hadapan ‘Umair, kemudian dia pergi. ‘Umair memungut uang itu lalu
dimasukkannya ke dalam beberapa pundi-pundi kecil. Dia tidak tidur sampai
tengah malam sebelum uang itu habis dibagi-bagikannya kepada orang-orang yang
membutuhkan. Sangat diutamakannya memberikan kepada ank-anak yatim yang orang
tuanya tewas sebagai syuhada’ di medan perang fi sabilillah.
Al Harits kembali ke Madinah. Setibanya di
Madinah, Khalifah ‘Umar bertanya, “Bagaimana keadaan ‘Umair?”
Jawab Harits, “Sangat menyedihkan, ya Amirul Mu
minin.”
Tanya Khalifah, “Sudah engkau berikan uang itu
kepadanya?”
Jawab, “Ya, sudah ku berikan.”
Tanya, “Apa yang dibuatnya dengan uang itu?”
Jawab, “Saya tidak tahu. Tetapi saya kira, uang
itu mungkin hanya tinggal satu dirham saja lagi untuknya.”
Khalifah ‘Umar menulis surat kepada ‘Umair,
katanya, “Bila surat ini selesai Anda baca, maka janganlah Anda letakkan
sebelum datang menghadap saya.”
‘Umar bin Sa’ad datang ke Madinah memenuhi
panggilan khalifah. Sampai di Madinah dia Iangsung menghadap Amirul Mu’minin.
Khalifah ‘Umar mengucapkan selamat datang dan memberikan alas duduk yang
dipakainya kepada ‘Umair, sebagai penghormatan.
Tanya khalifah, “Apa yang Anda perbuat dengan
uang itu, hai ‘Umair?”
Jawab ‘Umair, “Apa maksud Anda menanyakan, sesudah
uang itu Anda berikan kepadaku?”
Jawab khalifah, “Saya hanya ingin tahu,
barangkali Anda mau menceritakannya.”
Jawab ‘Umair, “Uang itu saya simpan untuk saya
sendiri, dan akan saya manfa’atkan nanti pada suatu hari, ketika harta dan
anak-anak tidak bermanfa’at lagi, yaitu hari kiamat.”
Mendengar jawaban ‘Umair, Khalifah ‘Umar menangis
sehingga air matanya jatuh bercucuran. Katanya, “Saya menjadi saksi, bahwa
sesungguhnya Anda tergolong orang-orang yang mementingkan orang-orang lain
sekalipun diri Anda sendiri melarat.”
Kemudian khalifah menyuruh seseorang mengambil
satu wasq (Satu Wasq, kira-kira enam puluh sha’ (gantang), atau kira-kiia
seberat beban seekor unta) pangan dan dua helai pakaian, lalu diberikan-nya
kepada ‘Umair.