Pelupa
merupakan sifat yang lazim pada diri manusia. Sifat pelupa ini sudah tidak pandang bulu, wa qila bahkan rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam dalam suatu riwayat beliau menyatakan, terkadang aku lupa supaya menjadi pelajaran bagi
kalian [HR Imam Malik].
Maksudnya,
dengan lupanya Nabi Shallallâh ‘alaihi wasallam para sahabat bisa mengambil
pelajaran dan tahu apa yang harus dilakukan ketika ingat atau sadar. Terutama lupa dalam ibadah mahdhah.
Di
antara bentuk kealpaan yang sering terjadi ialah lupa rakaat shalat. Didalam shalat acap kali
pikiran kita melayang dan mengkhayal entah ke mana sehingga shalat pun tidak
fokus, jauh daari kata khusyu'. Terkadang ketika kalimat salam terucap dari mulut, barulah kita sadar
bahwa kita sedang mengerjakan shalat. Malahan ada yang setelah salam dan diam sejenak
baru kita menyadari ada satu atau dua rakaat yang tidak ditunaikan.
Apabila
kondisi ini menimpa seseorang, ada beberapa hal yang dapat dilakukan
berdasarkan penjelasan al-Qaffal dalam kitabnya Hilyatul Ulama fi Ma’rifatil
Madzahibil Fuqaha. Berikut kutipannya:
وإن نسي ركعة من ركعات
الصلاة وذكرها بعد السلام فإن لم يتطاول الفصل أتى بها وبنى على صلاته وإن تطاول
الفصل استأنفها
وفي حد التطاول أوجه
أحدها قال أبو إسحاق إن مضى قدر ركعة فهو تطاول وقد نص عليه الشافعي رحمه الله في
البويطي والثاني أنه يرجع فيه إلى العرف والعادة فإن مضى ما يعد تطاولا استأنف وإن
مضى ما لايعد تطاولا بنى والثالث قال أبو علي بن أبي هريرة إن مضى قدر الصلاة التى
نسي فيها استأنف وإن كان دون ذلك بنى
Jika
lupa sebagian raka’at shalat dan baru ingat setelah salam, kita boleh
menambahkan rakaat yang dilupakan secara langsung bila selang waktunya tidak
terlalu lama. Apabila jeda keduanya terlalu lama, kita wajib mengulang shalat
secara keseluruhan. Ulama berbeda pendapat perihal seberapa lama selang
waktunya. Menurut Abu Ishaq, jeda keduanya hanya kisaran durasi satu rakaat.
Jika jedanya kurang dari durasi satu rakaat, dia boleh menambahkan bilangan
rakaat yang terlupakan. Tetapi bila melebihi kadar satu rakaat shalat, ia
diwajibkan mengulang shalat. Pendapat ini merupakan pandangan Imam asy-Syafi’i
sebagaimana dikutip al-Buwaithi.
Pendapat
kedua mengatakan, takaran jeda keduanya didasarkan pada kebiasaan atau tradisi
masyarkat setempat. Bila menurut kebiasaan masyarakat, durasi jeda sudah
terlalu lama, ia harus mengulang shalat. Tetapi jika durasi jedanya sebentar,
ia hanya diwajibkan menambah raka‘at yang dilupakan.
Sementara
menurut pendapat ketiga sebagaimana dikatakan Abu ‘Ali Ibnu Abu Hurairah,
durasi jeda antara lupa dan menyempurnakan kekurangan raka’at diukur
berdasarkan ukuran lamanya rakaat shalat yang dilupakan. Apabila jedanya
kelewat lama, ia mesti mengulang dari awal. Kalau hanya sebentar, ia cukup
menyempurnakan kekurangan raka’at yang terlupa.
Kesimpulannya, apabila kita mengerjakan shalat dzuhur, kemudian setelah salam baru ingat bahwa ada beberapa rakaat yang terlupa, kita diperbolehkan untuk langsung berdiri menyempurnakan rakaat yang tertinggal. Namun jika selang waktunya terlalu lama, kita diwajibkan untuk mengulang shalat dzuhur dari awal sebanyak empat rakaat. Terkait berapa lama selang waktunya, para ulama berbeda pendapat sebagaimana yang disebutkan di atas.
WalLaahu a’lam…
ADS HERE !!!